Tingkat pendapatan
dan pendidikan, usia serta standar sosial mendorong seseorang melakukan
pembelian polis asuransi jiwa. Bahkan motivasi pembelian polis asuransi
tidak lagi hanya untuk memperoleh manfaat proteksi namun juga manfaat
investasi.
Di negara maju, kepemilikan asuransi menjadi sangat
populer dan menjadi gaya hidup baru masyarakat modern yang sadar risiko.
Sebaliknya, di negara-negara berkembang kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya asuransi tergolong sangat rendah.
Contoh negara maju
yang menganggap penting asuransi adalah Amerika Serikat, Jepang dan
Singapura, setiap orang setidak-tidaknya memiliki 1 polis asuransi jiwa
atau lebih, sedangkan di Malaysia 4 dari 10 orang memiliki polis
asuransi. Sementara di Indonesia, kurang dari 2 per 10 orang yang
memiliki polis asuransi jiwa.
"Di Indonesia, asuransi masih
menjadi kebutuhan tersier, karena ini erat kaitannya dengan tingkat
pendapatan dan pendidikan seseorang," kata Kepala Eksekutif Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani SE MA.
Faktor pendapatan
dan pendidikan menurutnya yang menyebabkan asuransi jiwa lebih banyak
dimiliki oleh masyarakat dari golongan menengah ke atas. Oleh karena itu
perlu diberlakukan asuransi mikro yang bisa dijangkau oleh kelompok
masyarakat menengah ke bawah, seperti petani dan nelayan. "Di Filipina
dan Thailand, asuransi mikro ini sudah berjalan. Namun semua itu bisa
berjalan karena adanya kontribusi dari pemerintah daerah masing-masing,"
tandasnya.
Namun yang tidak kalah penting, perusahaan asuransi
jiwa perlu untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia agen dalam
menjual produk sekaligus menjadi konsultan bagi masyarakat untuk
mengelola keuangannya.
Sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/04/03/114293
Tidak ada komentar:
Posting Komentar